Kemitraan antara Indonesia dan Singapura dalam bidang kemajuan digital dan teknologi telah muncul sebagai usaha kolaboratif yang menjanjikan. Asosiasi ini, yang khususnya berfokus pada kecerdasan buatan (AI) dan keamanan siber, serta inisiatif ekonomi digital, telah menghasilkan banyak peluang, khususnya bagi perusahaan rintisan Indonesia yang ingin memanfaatkan posisi Singapura sebagai pusat teknologi di Asia Tenggara.
Namun, meskipun ada kemajuan signifikan yang dicapai dalam kemitraan ini, tantangan tetap ada, khususnya di bidang kesenjangan regulasi, infrastruktur digital yang tidak merata, dan tata kelola data. Mengatasi hambatan ini sangat penting untuk memaksimalkan potensi penuh kolaborasi dan mencapai produktivitas dan manfaat bersama yang berkelanjutan. Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia dan Singapura telah memperkuat ikatan teknologi mereka melalui berbagai inisiatif dan perjanjian yang mempromosikan kolaborasi dalam AI, pembayaran digital, fintech, dan inovasi teknologi lainnya.
Singapura, dengan ekosistem teknologinya yang maju dan kerangka kerja keamanan siber yang tangguh, memainkan peran penting sebagai landasan peluncuran bagi perusahaan rintisan Indonesia yang ingin memperluas operasinya di seluruh kawasan. Pengusaha Indonesia mendapatkan keuntungan dari ekosistem keuangan Singapura, kebijakan yang mendukung inovasi, dan jaringan investor teknologi yang mapan. Pada saat yang sama, lanskap penelitian AI dan infrastruktur digital Singapura yang matang memberikan wawasan dan sumber daya yang berharga bagi perusahaan Indonesia yang ingin meningkatkan kemampuan mereka dalam AI dan pembelajaran mesin. Upaya bersama dalam domain ini, seperti kolaborasi penelitian AI dan berbagi pengetahuan, sangat menjanjikan untuk membantu kedua negara mempercepat transformasi digital mereka sekaligus memposisikan Singapura sebagai pemimpin regional dalam teknologi yang digerakkan oleh AI.
Keamanan siber merupakan bidang penting lain yang menjadi kerja sama antara kedua negara. Seiring dengan upaya digitalisasi ekonomi Indonesia dan Singapura, pentingnya keamanan siber telah tumbuh secara eksponensial. Singapura, sebagai pemimpin dalam infrastruktur keamanan siber, telah bekerja sama erat dengan Indonesia untuk meningkatkan pertahanannya terhadap ancaman siber. Prakarsa seperti latihan keamanan siber bersama dan program berbagi pengetahuan membantu kedua negara dalam mempersiapkan dan melawan meningkatnya frekuensi serangan siber, terutama seiring dengan berkembangnya ekonomi digital mereka. Ketergantungan kawasan ini pada teknologi digital membuat kedua negara terpapar ancaman siber, sehingga mengharuskan Indonesia untuk mengadopsi perlindungan serupa dan belajar dari kerangka kerja keamanan siber Singapura yang lebih mapan untuk melindungi aset digitalnya.
Perluasan ekonomi digital yang pesat di Indonesia dan Singapura telah memfasilitasi integrasi yang lebih mendalam antara kedua negara di bidang e-commerce, pembayaran digital, dan fintech. Sektor fintech Singapura yang sangat maju sangat berharga bagi perusahaan rintisan Indonesia, karena menyediakan akses ke pasar keuangan dan kerangka regulasi Singapura. Integrasi pembayaran digital antara kedua negara telah membuat transaksi lintas batas menjadi lebih lancar, sehingga meningkatkan arus perdagangan dan investasi. Lebih jauh lagi, peran Singapura sebagai investor dan inkubator bagi perusahaan rintisan fintech Indonesia telah berkontribusi pada inklusi keuangan dan pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia.
Namun, terlepas dari perkembangan positif ini, ada tantangan signifikan yang membatasi produktivitas kemitraan. Salah satu masalah utama adalah perbedaan peraturan antara kedua negara. Singapura memiliki kerangka hukum dan peraturan yang sangat maju untuk ekonomi digital, termasuk undang-undang privasi data yang ketat dan peraturan keamanan siber, sedangkan lingkungan peraturan Indonesia masih terfragmentasi dan tidak konsisten. Ketimpangan ini menciptakan hambatan bagi kolaborasi lintas batas, khususnya di bidang-bidang seperti berbagi data, pengembangan AI, dan operasi fintech. Misalnya, persyaratan lokalisasi dan peraturan privasi yang berbeda menyulitkan perusahaan Indonesia untuk beroperasi dengan lancar di Singapura, karena mereka harus menavigasi dua kerangka hukum yang berbeda. Ketidakselarasan peraturan ini memperlambat inovasi, dan investasi, dan menghambat kemampuan kedua negara untuk sepenuhnya mewujudkan potensi kemitraan digital dan teknologi mereka.
Tantangan signifikan lainnya terletak pada pembangunan infrastruktur digital yang tidak merata antara kedua negara. Sementara Singapura memiliki salah satu infrastruktur digital tercanggih di dunia, infrastruktur digital Indonesia masih belum merata, dengan kesenjangan yang cukup besar antara daerah perkotaan dan pedesaan. Konektivitas internet yang tidak memadai di banyak wilayah Indonesia menghambat kemampuan perusahaan rintisan untuk meningkatkan skala operasinya dan berpartisipasi penuh dalam ekonomi digital. Kesenjangan infrastruktur ini tidak hanya membatasi kemampuan perusahaan Indonesia untuk memanfaatkan ekosistem teknologi Singapura, tetapi juga memperlambat transformasi digital Indonesia secara keseluruhan, yang sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi berkelanjutan di masa mendatang.
Masalah tata kelola dan kedaulatan data menjadi tantangan bagi kemitraan antara Indonesia dan Singapura karena kedua negara terus memperluas ekonomi digital mereka. Kekhawatiran seputar keamanan data, privasi, dan kedaulatan menjadi lebih menonjol. Indonesia telah menerapkan kebijakan yang mengharuskan jenis data tertentu disimpan di dalam wilayahnya, sedangkan Singapura telah mengambil pendekatan yang lebih terbuka terhadap aliran data. Kebijakan yang saling bertentangan ini menimbulkan kesulitan dalam berbagi data lintas batas, terutama di sektor-sektor seperti AI, keuangan, dan perawatan kesehatan di mana data sangat penting untuk inovasi dan pemberian layanan. Kegagalan dalam mengatasi masalah ini dapat mengakibatkan hambatan hukum dan peraturan yang menghambat potensi pertumbuhan kemitraan.
Untuk memastikan bahwa kemitraan digital dan teknologi antara Indonesia dan Singapura mencapai potensi maksimalnya, kedua negara perlu mengambil langkah proaktif untuk menyelaraskan strategi mereka dan mengatasi tantangan ini. Menyelaraskan kerangka regulasi mereka merupakan salah satu langkah yang paling penting. Kedua negara harus berupaya menyelaraskan undang-undang privasi data, regulasi keamanan siber, dan kebijakan ekonomi digital untuk meminimalkan hambatan kolaborasi. Perjanjian bilateral yang meringankan pembatasan regulasi pada aliran data lintas batas, penelitian dan operasi AI, serta fintech akan menjadi langkah positif ke arah ini. Lebih jauh, upaya untuk mengatasi kesenjangan infrastruktur digital Indonesia sangat penting.
Dalam hal ini, Singapura, sebagai pemimpin regional dalam infrastruktur digital, dapat berkontribusi dengan mendukung pembangunan infrastruktur di daerah-daerah yang kurang terlayani di Indonesia. Hal ini dapat dicapai melalui kemitraan publik-swasta atau investasi di pusat-pusat inovasi digital di daerah pedesaan, yang memastikan bahwa manfaat digitalisasi didistribusikan secara lebih merata di seluruh Indonesia. Terakhir, kedua negara harus meningkatkan kerangka tata kelola data mereka untuk memfasilitasi berbagi dan kolaborasi data yang aman. Penetapan standar untuk perlindungan data dan keamanan siber akan memungkinkan operasi lintas batas yang lebih lancar dan mengurangi hambatan yang disebabkan oleh pendekatan regulasi yang beragam. Kolaborasi di bidang penelitian AI, analisis data, dan pelatihan keterampilan digital juga akan meningkatkan kemampuan kedua negara di bidang-bidang penting ini, yang mendorong kemitraan yang lebih produktif dan saling menguntungkan.
Sebagai kesimpulan, kolaborasi digital dan teknologi antara Indonesia dan Singapura menghadirkan prospek pertumbuhan dan inovasi yang substansial, khususnya dalam bidang AI, keamanan siber, dan ekonomi digital. Namun demikian, untuk memastikan bahwa kemitraan ini membuahkan hasil yang optimal, kedua negara harus menghadapi kendala penting termasuk disparitas regulasi, kesenjangan infrastruktur, dan masalah tata kelola data. Dengan terlibat dalam upaya bersama untuk menstandardisasi regulasi, berinvestasi dalam pengembangan infrastruktur, dan membangun kerangka kerja yang komprehensif untuk berbagi data, Indonesia dan Singapura dapat memperkuat kemitraan mereka dan mencapai keberhasilan jangka panjang dalam lanskap digital yang berkembang pesat. Melalui kerja sama strategis, kedua negara ini tidak hanya dapat meningkatkan ekonomi mereka tetapi juga menjadi model kolaborasi digital untuk kawasan Asia Tenggara yang lebih luas.
Pendapat yang dikemukakan dalam artikel ini adalah milik penulis sendiri.
Referensi
- Chua, H., & Tan, S. (2022). Ekonomi Digital: Bagaimana Sektor FinTech Singapura Mendorong Perusahaan Rintisan Asia Tenggara. Pers Institut Teknologi Singapura.
- De Meyer, A., & Lim, C. (2021). Kecerdasan Buatan di Asia Tenggara: Peluang dan Tantangan. Pers Universitas Cambridge.
- “Persyaratan Lokalisasi Data di Indonesia: Dampaknya terhadap Perusahaan Global dan Lokal.” (2023). Jakarta Post, 15 Juni 2023.
- Kurniawan, A. (2021). “Menjembatani Kesenjangan Infrastruktur di Indonesia: Peran Kemitraan Publik-Swasta dalam Ekonomi Digital.” Jurnal Pengembangan Digital Indonesia5(2), 123-137.