Penyakit yang ditularkan melalui air mempengaruhi lebih dari 7 juta orang di AS setiap tahun, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, dan merugikan sistem layanan kesehatan kita lebih dari $3 miliar. Namun hal ini tidak berdampak sama pada semua orang.
Kolaborasi seluruh kampus menggunakan pengawasan limbah sebagai strategi penting dalam memerangi penyakit yang menyebar melalui air seperti legionella dan shigella. Penyakit yang paling sulit diberantas adalah penyakit yang resisten terhadap antimikroba, artinya penyakit tersebut mampu bertahan melawan antibiotik yang dimaksudkan untuk membunuhnya.
Sebuah makalah baru-baru ini di Air Alam menawarkan wawasan yang menggembirakan: Pemantauan limbah untuk mengetahui indikator resistensi antimikroba terbukti lebih efisien dan komprehensif dibandingkan pengujian individu. Pendekatan ini tidak hanya mendeteksi resistensi antimikroba secara lebih efektif namun juga mengungkapkan hubungannya dengan faktor sosial ekonomi, yang seringkali menjadi pendorong utama penyebaran resistensi.
Penulis koresponden makalah ini adalah Peter Vikesland, Profesor Teknik Pryor di departemen teknik sipil dan lingkungan.
Tim ini berkolaborasi di Virginia Tech dengan para ahli seperti Leigh-Anne Krometis di bidang rekayasa sistem biologis serta Alasdair Cohen dan Julia Gohlke di bidang ilmu kesehatan populasi untuk fokus melayani masyarakat pedesaan di mana permasalahannya paling akut.
Pentingnya
Secara global, masyarakat berpenghasilan rendah hingga menengah menanggung beban terberat dari penyakit menular dan tantangan resistensi antimikroba. Pengawasan limbah dapat menjadi terobosan dalam mengatasi kesenjangan ini. Metode ini tidak hanya menangkap gambaran resistensi antimikroba di tingkat masyarakat, namun juga mengungkap bagaimana faktor sosial ekonomi mendorong permasalahan tersebut.
Ruang belajar
Pelatihan Penelitian National Science Foundation berfokus pada peningkatan pengawasan limbah untuk memerangi resistensi antimikroba. Pekerjaan ini merupakan bagian integral dari upaya yang lebih luas yang dipimpin oleh Vikesland dan program Fralin Life Sciences Institute untuk teknologi yang memungkinkan pengawasan dan pengendalian lingkungan untuk mendeteksi dan memantau ancaman kesehatan yang ditularkan melalui air.
Studi ini menganalisis data dari 275 sampel tinja manusia di 23 negara dan 234 sampel limbah perkotaan dari 62 negara untuk menyelidiki tingkat gen resistensi antibiotik. Data sosio-ekonomi, termasuk indikator kesehatan dan tata kelola dari database Bank Dunia, digabungkan untuk mengeksplorasi hubungan antara gen resistensi antibiotik dan faktor sosio-ekonomi. Kelompok tersebut menggunakan pembelajaran mesin untuk menilai kelimpahan gen resistensi antibiotik dalam kaitannya dengan faktor sosial-ekonomi, dan mengungkapkan korelasi yang signifikan. Metode statistik mendukung temuan bahwa variasi gen resistensi antibiotik di suatu negara lebih rendah dibandingkan antar negara.
Gambaran besarnya, temuan tim menunjukkan pengawasan limbah muncul sebagai alat yang ampuh dalam melawan resistensi antimikroba. Bahkan berpotensi melindungi komunitas rentan secara lebih efektif.